Jakarta, sabdopalon.net – Berlima, kemarin mereka merasa sudah selamat. Hanya demosi mereka dapat bahkan setelah tertangkap tangan. Ini jelas putusan luar biasa nekad. Ini tidak memenuhi rasa adil masyarakat.
Beda kemarin, beda sekarang. Kapolri ambil posisi, dia bersikap tegas. PECAT!! Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z, dan Brigadir EW kini hanya menunggu waktu.
Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi dijadwalkan akan memimpin sidang dan menjatuhkan hukuman tegas yaitu PTDH atau Penghentian Dengan Tidak Hormat pada hari Senin ini. Dan rencananya, pada hari Rabu (22/3) langsung diupacarakan.
Ini bagus dong? Tapi jauh lebih bagus bila fungsi pencegahan berjalan. Meminjam terminologi para koruptor yang tersebar merata di negara ini, OTT adalah KESIALAN belaka. Mereka tertangkap tangan hanya dibilang APES sudah baku dan biasa kita dengar.
Kenapa? Tak bisa dipungkiri bahwa perilaku korup seolah memang sudah jadi budaya bagi para pejabat kita. Tahu Sama Tahu (TST) dengan tanda atau kerling tertentu demi maksud saling melindungi, sudah jamak. Artinya, bila pak Kapolri lebih fokus pada pencegahan, bisa jadi kualitas pimpinan Polri di masa depan akan jauh lebih bagus dibanding hari ini.
“Apa hubungannya?”
Lah, di Sekolah Calon Bintara saja terjadi suap menyuap dengan angka fantastis seperti itu, bukankah nalar wajar akan bicara apalagi bila itu di AKPOL?
Dalam perbuatannya, kelima oknum polisi tersebut memungut sejumlah uang yang besarannya bervariasi dengan total mulai dari Rp 350 juta hingga Rp 750 juta.
Bukan apa – apa, masuk dan diterima di Akpol, kini adalah cita – cita semua orang tua yang memiliki anak di Indonesia. Menjadi Polisi apalagi jadi calon pimpinan, dikabarkan adalah cita – cita paling prestisius pada kekinian kita. Adakah itu tak memantik jiwa korup para pejabat yang punya posisi strategis dan lalu bermain di wilayah penuh potensi itu?
Ya, bila di penerimaan calon bintara saja sudah terjadi transaksi luar biasa besar, ga ada salahnya para petinggi Polri dan para pemilik kebijakan aware pada skala yang lebih mengerikan baik dalam jumlah angka suap maupun kakap para pemainnya. Dan ingat, Akpol adalah rahim calon pimpinan Polri di masa depan. Semakin steril rahim itu, seharusnya akan semakin baik masa depan hukum di negara ini.
Dan itu makin masuk akal manakala yang akan dipecat, pangkat tertinggi adalah Kompol. Dan pangkat Kompol jelas bukan decision maker bukan?
Artinya, bila kisah itu ingin lebih ditelisik, bisa jadi lima orang itu hanya tentakel kecil dan minor dari gurita yang sudah sangat besar.
Namun, pada skala ketegasan Kapolri hari ini, kita patut berikan apresiasi. Beliau cepat tanggap atas putusan demosi yang terdengar sangat tidak adil. Kelima orang itu kini hanya sedang menunggu dipecat. (Singgih)